Sabtu, 24 Juni 2017

Hakikat Manusia menurut Desiderius Erasmus



Humanis Belanda, Erasmus Desiderius, lahir di Rotterdam, tampaknya pada tanggal 28 Oktober, 1466 anak haram dari putri seorang dokter oleh seorang pria yang kemudian berubah biarawan. Dia disebut Gerrit Gerritszoon (Belanda Gerard Gerardson) kecuali dirinya sendiri mengadopsi nama ganda tautalogical oleh yang dikenal. Dia menghadiri sekolah dari "Saudara Kehidupan Umum" di Deventer. Pada kematian orangtuanya wali nya bersikeras nya memasuki sebuah biara dan di perguruan Augustinian dari Stein dekat Gouda ia menghabiskan enam tahun - sudah pasti ini pengalaman pribadi dari cara para rahib yang membuat musuh tak kenal lelah mereka Erasmus. Akhirnya Uskup Cambrai membuatnya sekretaris pribadinya. Setelah menerima perintah imam Erasmus pergi ke Paris, dimana ia belajar di Montaigu College. Ia tinggal di Paris sampai 1498, mendapatkan mata pencaharian dengan mengajar. Di antara murid-muridnya adalah Tuhan Mountjoy, pada undangan yang mungkin Erasmus melakukan kunjungan pertamanya ke Inggris pada 1498.

Erasmus mempunyai hubungan yang ganjil dengan tanah kelahirannya. Beliau senang menyebut dirinya sebagai Desiderius Erasmus asal Rotterdam namun demikian beliau kerap mengkritik perilaku kasar dan selera yang buruk dari orang-orang Rotterdam dan warga Belanda.

Beliau lahir mungkin pada tahun 1469 sebagai anak tidak sah seorang pendeta. Hal ini berarti bahwa masa depan sebagai pendeta merupakan pilihan yang tak terelakkan baginya. Setelah menyelesaikan pendidikan, salahsatunya di seminari Persaudaraan Kehidupan Umum, beliau bergabung dengan biara Agustinus di Steyn dekat Gouda. Erasmus sangat terkesan dengan perpustakaan di biara tersebut dan menenggelamkan dirinya dengan menekuni buku-buku antik kesusastraan dunia melalui karya-karya klasik ternama dan karya-karya para humanis Italia. Kelompok yang terakhir, melalui pendekatan yang kritis dan penuh pembelajaran, seakan-akan menghadirkan masa lalu terasa begitu dekatnya.

Humanisme berasal dari latin, humanis; manusia, dan isme berarti paham atau aliran. Mangun Harjana mengatakan, pengertian humanisme adalah pandangan yang menekankan martabat manusia dan kemampuannya. Menurut pandangan ini manusia bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri dan memenuhi kepatuhan sendiri mampu mengembangkan diri dan memenuhi kepenuhan eksistensinya menjadi paripurna.

Semula humanisme adalah gerakan dengan tujuan untuk mempromosikan harkat dan martabat manusia. Sebagai pemikiran etis yang menjunjung tinggi manusia. Humanisme menekankan harkat, peran, tanggugjawab menurut manusia. Menurut humanisme manusia mempuyai kedudukan yang istimewa dan berkemampuan lebih dari mahluk lainya karena mempunyai rohani.

Pandangan humanisme membuat manusia sadar kembali tentang harkat dan martabat manusia sebagai mahluk rohani. Etika rohani mendasari manusia untuk bertangungjawab dalam kehidupan di dunia.

Dalam pengunaan F.C.S Schiller dan William James, humanisme diangkat sebagai pandangan yang bertolak belakang dengan absolutisme filosofis. Ini tidak kembali kepandangan protagoras. Alasannya pandangan Schiller dan James dipandang melawan hal-hal absolut metafisis dan bukan yang epestimologis, yaitu melawan dunia tertutup idealisme absolut. Oleh karena itu, penekanannya pada alam atau dunia yang terbuka, pluralisme dan kebebasan manusia.

Gerakan ini lahir sebagai bentuk “emansipasi” terhadap manusia setelah sekian lama rasio atau akalnya dikurung oleh pihak Gereja. Humanisme memiliki keyakinan bahwa nilai-nilai universal tidak hanya sebatas dari wahyu dari langit saja tetapi mempercayai bahwa manusia adalah mahkluk yang diberi kelebihan dari makhluk lain yaitu akal budi. Jadi menurut humanisme ketika manusia hanya tunduk terhadap segala dogma-dogma agama tanpa memikirkan secara kritis apakah hal yang masuk di dalam kepalanya tersebut benar ataupun salah, maka menurut paham humanisme manusia sudah mengingkari kelebihan yang dimilikinya.

Ada pepatah yang mengatakan “tidak ada gading yang tak retak” begitupun humanisme. Selain banyak memiliki sisi positif, humanisme juga memiliki sisi negatif. Menurut Budi Hardiman (2012: 62) humanisme bisa menjadi suatu paham yang berbahaya ketika humanisme menjadi suatu paham yang ekslusif. Kata ekslusif bisa dipadankan dengan kata khusus atau tertentu. Humanisme ekslusif adalah humanisme yang mulai mengkotak-kotakan manusia, mengkategorikan manusia dalam dikotomi atau pemisahan-pemisahan (Budi Hardiman, 2012: 62).

Mereka berpedoman bahwa, kebebasan manusia itu ada, dan perlu dipertahankan dan di expresikan.  Di depan sudah dijelaskan bahwa manusia adalah pusat dari Realitas, sehingga segala sesuatu yang terdapat di dalam realitas harus dikembalikan lagi pada manusia. Dengan demikian, tidak dibenarkan adanya penilaian atau interpretasi tentang kejadian atau

Jika humanisme diartikan seperti itu, maka aliran filsafat seperti marxisme, pragmatisme, dan existensialisme dapat dikategorikan ke dalam humanisme.

Dalam kajian humanisme manusia dianggap sebagai makhluk yang istimewa karena memiliki kesadaran lebih, tapi karena anggapan inilah justru manusia menganggap dirinya lebih hebat dari makhluk lainya. Kelebihan yang dimiliki manusia berupa akal, justru digunakan untuk menundukan alam (ekspoloitasi tambang batu akik, emas, penggundulan hutan dengan cara membakarnya) sampai membunuh sesama manusia. Contoh dari humanisme ekslusif ini bisa kita lihat dari kepemimpinan Adolf Hittler yang membedakan manusia berdasarkan dua ras yaitu ras tinggi (ras arya) dan ras “lainya”. Dikotomi ini berujung terhadap pemusnahan ras “lainya” dengan metode kamar gas yang menimbulkan banyak korban jiwa yang diterapkan Hittler pada saat itu. Contoh lain dari humanisme ekslusif adalah sikap fanatisme terhadap salah satu partai, agama dan lainya.

Humanisme adalah sebuah paham hasil dari pemikiran filsafat dari Erasmus. Hakikat manusia menurut humanisme adalah bahwasanya manusia mempunyai kebebasan penuh dalam memilih dan berkehendak.

Sumber:
Budi Hardiman. F. 2012. Humanisme dan Sesudahnya. Jakarta: KPG
Tjaya, Thomas Hidya. Humanisme dan Skolatisme. Yogyakarta: Kanisius

Budi Hardiman. F. 2012. Humanisme dan Sesudahnya. Jakarta: KPG.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/soefandi/apa-itu-humanisme_5695c979b492734e09c0eeac
Budi Hardiman. F. 2012. Humanisme dan Sesudahnya. Jakarta: KPG.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/soefandi/apa-itu-humanisme_5695c979b492734e09c0eeac